Kamis, 15 Mei 2008

METODE ELEMEN HINGGA


Fenomena superplastis pada material paduan logam pada awalnya telah diamati pada tahun 1920 dimana uji tarik bahan paduan logam Cd-Zn eutectic pada temperatur 20°C dengan laju regangan sebesar 10-8/detik dapat menghasilkan regangan perpanjangan sebesar 361%(13) sedangkan bahan logam paduan yang sama, pada temperatur 120°C dengan laju regangan 10-6/detik dapat memberikan regangan perpanjangan sebesar 405%(13). Pengamatan yang paling spektakular fenomena superplastis ini dilakukan oleh Pearson(13) pada tahun 1934, dimana regangan perpanjangan sebesar 1950% dapat diperoleh dengan menggunakan paduan logam Bi-Sn. Pearson juga melakukan penelitian tentang karakteristik dari proses bulging untuk pembuatan spesimen tubular. Sebagai contoh, deformasi superplastis tipikal untuk paduan logam IN718 superalloy(11) (Ni–17.4Cr–19.4Fe–4.99Nb– 3.11Mo–1.07Ti–0.48Al–0.034C–0.19Cu) dan deformasi superplastis paduan logam Bi-Sn yang diamati oleh Pearson masing- masing dapat dilihat pada Gambar 1(a) dan Gambar 1(b). Seperi dapat dilihat pada Gambar 1(a), besarnya deformasi yang dapat diperoleh sangat bergantung kepada laju regangan yang diterapkan pada proses deformasi tarik yang dilakukan.

menjelaskan fenomena superplastisitas. Tinjauan yang komprehensif tentang deformasi dan pemodelan fenomena superplastis dikemukakan oleh Padmanabhan dan Davies(13), Zienkiewics(22) serta Ghosh dan Hamilton(5,6). Secara umum karakteristik tipikal deformasi superplastis dapat dilihat pada Gambar 2.

Karakteristik penting dari deformasi superplastis secara skematik dapat dilihat pada Gambar 2. Pada daerah II, seperti dapat dilihat pada Gambar 2(a) dimana hubungan logaritmik dari persamaan konstitutif material mendekati linear (garis lurus), menjelaskan laju reganagn dimana superplastisitas terjadi. Hal ini menggambarkan bahwa deformasi material superplastis sangat sensitif terhadap laju regangan dan memerlukan laju regangan dikontrol selama proses deformasi superplastis dilakukan, sehingga indeks sensitifitas laju regangan yang tinggi dapat dipertahankan untuk mendapatkan elongasi perpanjangan yang yang tinggi. Deformasi superplastis pada daerah I dan III merupakan daerah deformasi dimana indeks sensitivitas laju regangan yang kecil, sehingga pada daerah ini tidak diperoleh deformasi superplastis yang optimum. Mengingat deformasi superplastis juga sensitif terhadap temperatur, seperti dapat dilihat pada Gambar 2(d), maka proses deformasi superplastis memerlukan pengontrolan temperatur superplastis yang terjadi pada daerah temperatur yang sempit. Apabila parameter-parameter proses diatas dapat dipertahankan selama deformasi, maka tidak seperti material metal dengan duktilitas konvensional, material superplastis tidak peka terhadap lokalisasi regangan, sehingga nec

Pada awalnya fenomena superplastis hanya merupakan kegiatan penelitian di laboratorium metalurgi untuk menjawab keingintahuan para peneliti. Perkembangan beberapa tahun kemudian, deformasi ekstensional superplastis yang relatif besar ini dapat digunakan untuk proses manufaktur komponen struktur yang dibuat dari bahan paduan logam superplastis tersebut. Proses manufaktur komponen yang menggunakan sifat superplastis ini dikenal dengan proses superplastic forming (SPF). Superplastic forming terutama didominasi oleh pembentukan bahan pelat. Pada dasarnya operasi proses pembentukan SPF, terdiri dari penjepitan sisi material pelat superplastis dan kemudian perbedaan tekanan dikerjakan pada diafragma pelat superplastis, yang dapat membentuk material pelat tersebut kedalam bentuk geometri cetakan tanpa mengalami retakan, seperti dijelaskan pada Gambar 3. Dalam hal material superplastis Ti-6Al-4V, biasanya gas Argon digunakan mencetak diafragma material pelat superplastis kedalam bentuk cetakan komponen yang diinginkan pada temperatur tipikal 870°C -925°C(1,3,7,8,9).

Penerapan teknik SPF di industri, terutama secara intensif dilakukan pada industri pesawat terbang dan industri otomotif berkinerja tinggi. Fabrikasi berbagai komponen struktur pesawat terbang dengan menggunakan teknologi SPF telah memungkinkan dibuatnya komponen struktur yang kompleks, ringan dan kuat serta mempunyai konfigurasi yang lebih terintegrasi secara utuh (3,4,14,18).


Material Paduan Logam Superplastis

Pada dasarnya ada dua jenis superplastisitas, yaitu superplastisitas isothermal dan superlastisitas siklik(13,15). Superplastisitas isothermal dikerjakan apabila suatu material paduan logam yang mempunyai karakteristik superplastis harus mempunyai ukuran butir atau grain size yang sangat halus, yaitu dalam orde 10 mikron(13,15). Kondisi stabil untuk ukuran butir atau grain size yang sangat halus ini terjadi pada temperatur diatas setengah temperatur leleh material paduan logam tersebut. Superplastisitas siklik dapat dilakukan apabila material logam paduan dapat dilakukan perubahan fasa secara siklik. Dalam tulisan ini, superplastisitas yang digunakan adalah superplastisitas isothermal. Berbagai material paduan logam, terutama dari paduan Titanium dan paduan Aluminium, dengan tingkat mutu superplastis telah tersedia secara komersial(17) untuk digunakan dalam pembuatan berbagai komponen struktur dirgantara (aerospace structural components) dan komponen struktur otomotif kinerja tinggi(7,9,14,18). Material paduan logam superplastis dapat dilihat pada Tabel 1. Seperti dapat dilihat pada Tabel 1, proses superplastis pada material logam paduan dilakukan pada temperatur tinggi dan elongasi ekstensional superplastis yang diperoleh dapat mencapai 600% s.d. 1800%(5,13,15,17).

Dalam tulisan ini, material superplastis yang ditinjau adalah paduan logam titanium Ti-6Al-4V yang cukup intensif digunakan pada industri penerbangan(3,7,18). Karakteristik deformasi superplastis paduan logam titanium Ti-6Al-4V ini dilakukan pada temperatur 927 °C, dimana nilai indeks sensitifitas m = 0,64.


Model Konstitutif Material Superplastis

Dalam hal deformasi superplastis, beberapa bentuk konstitutif material yang menghubungkan tegangan alir dengan laju regangan dari deformasi telah dikemukakan oleh beberapa peneliti(1,2,7,13). Hukum konstitutif yang umum digunakan dan berbasiskan deformasi plastis yang dinyatakan dalam tegangan alir sebagai fungsi dari laju regangan, sebagai berikut(13):


dimana σ adalah tegangan alir, adalah laju regangan efektif, m adalah indeks sensitivitas laju regangan dan K adalah konstanta material. Perlu dicatat disini, nilai parameter material K dan m keduanya konstanta yang bergantung kepada parameter pengujian, seperti temperatur dan ukuran butir atau grain size. Indeks sensitivitas laju regangan m, mempunyai pengaruh yang cukup signifikan dalam penentuan stabilitas dari aliran. Persamaan (1) pada umumnya dapat diterima untuk memformulasikan sifat alir superplastis, yang sesuai dengan rumusan yang diajukan oleh Backqofen, Turner dan Avery. Lebih lanjut lagi, persamaan (1) dapat ditinjau sebagai hubungan tegangan alir ekuivalen Von Mises dan laju regangan equivalen sebagai :




Persamaan Atur Deformasi Superplastis

Dalam tulisan ini, material pelat superplastis dimodelkan sebagai material non-Newtonian viscous membrane, dimana hubungan konstitutif antara tegangan alir ekivalen Von Misesσ dan laju regangan ekivalen ε&dinyatakan sebagai fungsi dari viskositas µ sebagai



dimana konstanta K dan indeks sensitivitas laju regangan m, keduanya merupakan fungsi dari ukuran grain g. Parameter N merupakan suatu fungsi dari laju regangan(6) dan go adalah ukuran grain awal untuk waktu pembentukan 0 < t ≤ 10 menit. Dengan memasukan asumsi-asumsi tegangan bidang (plane stress) dan inkompresibilitas material, memungkinkan hubungan konstitutif untuk elemen membrane shell dituliskan sebagai(6):

dimana, pada sistem koordinat konveks ξα (α =1,2), σαβm adalah resultan tegangan alir membrane untuk tebal pelat t, Dmλδ adalah laju deformasi membrane dan Cαβλδ adalah suatu fungsi tensor metriks. Bentuk persaman atur dinyatakan dalam laju deformasi atau kecepatan deformasi virtual dapat dituliskan sebagai(22,23)

dimana A adalah luas bidang permukaan pelat saat ini, p adalah tekanan yang dikerjakan, v3 adalah vektor laju atau kecepatan deformasi arah normal pelat. Untuk mengontrol laju regangan dari deformasi superplastis, pada persamaan kesetimbangan diatas, apabila diperlukan, dapat ditambahkan persamaan batas laju regangan efektif maximum sebagai:

L (D(v)) =

dimana L adalah fungsi berpemberat yang cocok untuk vektor laju regangan D. Diskritisasi persamaan laju deformasi dengan menggunakan elemen segitiga tegangan konstan tiga titik nodal, menghasilkan suatu sistem persamaan differensial non-linear dalam fungsi waktu pembentukan, sebagai:

T(x,v) – F(x,t) = 0



2.3 Formulasi Elemen Pelat Segitiga Superplastis

Selama proses pembentukan SPF dilakukan, material pelat yang sebelum deformasi mempunyai kinematika pelat datar (flat plate) berubah menjadi pelat dengan kinematika lengkung.

menjelaskan deskripsi kinematika dari pelat yang berdeformasi dinyatakan dalam permukaan tengah pelat Γ(t), yang didefinisikan dengan menggunakan koordinat konvektif ξ1 dan ξ2, dimana mempunyai hubungan dengan vektor kontra-varian konvektif eα dinyatakan sebagai:

Hal ini memungkinkan kovarian dan kontravarian tensor metrik gαβ dan gγδ untuk dievaluasi sebagai:

Turunan terhadap waktu dari komponen tensor metrik memberikan komponen tensor laju deformasi membrane, sebagai:

Dimana V = X

Elemen Segitiga Facet Shell dengan 12 Derajat Kebebasan

Ada beberapa cara untuk melakukan analisa struktur cangkang (shell) dengan menggunakan metoda elemen hingga. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah elemen facet shell(19,20), dimana sifat permukaan lengkung yang kontinu dapat dengan memadai dimodelkan dengan sifat suatu permukaan yang disusun dengan menggunakan elemen-elemen yang kecil dan datar. Dengan demikian, diperlukan jumlah elemen facet shell yang cukup banyak untuk menghindari kesalahan geometrikal pada bagian permukaan yang lengkung. Pengalaman penerapan elemen segitiga facet shell pada analisa struktur cangkang menghasilkan analisa dengan ketelitian rekayasa yang memadai, dimana cara yang digunakan jauh lebih sederhana dibandingkan penggunaan elemen shell yang lengkung. Idealisasi elemen facet shell mengasumsikan sifat lentur (bending) dan membrane secara terpisah. Matriks kekakuan elemen facet shell diperoleh dengan superposisi matriks kekakuan pelat datar dalam lentur dan matriks kekakuan dalam membrane. Kopel antara aksi membrane dan lentur dilakukan pada saat proses perakitan persamaan kesetimbangan struktur shell yang lengkap. Dalam hal ini, seperti

dapat dilihat Gambar 5, aksi membrane direpresentasikan elemen segitiga tegangan konstan dengan enam derajat kebebasan dan aksi lentur dinyatakan dengan elemen segitiga momen yang konstan dengan enam derajat kebebasan. Jadi elemen facet shell mempunyai total dua belas derajat kebebasan, yaitu tiga komponen perpindahan u, v dan w pada tiga titik nodal segitiga dan tiga perputaran sudut θi =/ pada arah tegak lurus tiga sisi elemen segitiga, seperti dapat dilihat pada Gambar 5.

Seperti dapat dilihat pada Gambar 5(b), elemen segitiga yang saling bersebelahan, yaitu elemen (i) dan (i+1), sumbu koordinat lokal untuk setiap elemen tidak mempunyai orientasi yang sama, sedangkan hubungan titik nodal tengah sisi segitiga mempunyai orientasi yang sama. Dengan demikian, perakitan seluruh persamaan perputaran sudut sisi tengah segitiga pada sistem koordinat global dapat dilakukan pada dan tetap pada arah sumbu lokalnya, sedangkan laju translasional pada setiap titik sudut segitiga harus dirakit pada sistem persamaan global, sehingga koefisien kekakuan lokal yang berhubungan dengan laju translasi u, v dan w perlu di-transformasi-kan dari sistem sumbu lokalnya kedalam sistem sumbu globalnya. Hubungan gaya membrane bidang dan perpindahan pada sistem sumbu lokal L dapat dituliskan sebagai

dimana titik nodal 1, 2 dan 3 adalah titik-titik nodal sudut elemen segitiga, seperti dapat dilihat pada Gambar 5(b). Hubungan antara lenturan pelat dan perpindahannya pada sistem sumbu lokal L dapat dituliskan sebagai



Transformasi nilai-nilai lokal menjadi nilai-nilai global dilakukan dengan menggunakan matriks transformasi lokal-global(20). Dalam rumusan model deformasi material pada kondisi superplastis, digunakan syarat inkompresibilitas pada material. Syarat ini diberlakukan dengan menyesuaikan ketebalan pelat pada setiap solusi kondisi tunak (steady state) telah dicapai.


Teknik Solusi Numerik : Prosedur Prediktor – Korektor

Prosedur solusi yang digunakan dalam tulisan ini terdiri dari tahapan prediktor dan tahapan korektor. Persamaan konstrain laju regangan skalar, apabila diperlukan, dapat ditambahkan pada sistem persamaan atur untuk melakukan optimasi tekanan pembentukan sedemikian rupa sehingga dapat dijaga laju regangan yang konstan sesuai dengan sifat superplastisitas material yang optimum. Prosedur prediktor-korektor yang diterapkan dalam hal ini bersifat inkremen untuk mengatasi nonlinearitas persamaan konstitutif superplastis, dimana dalam bentuk laju deformasi dan juga sifat proses superplastis itu sendiri yang dapat melibatkan masalah kontak dengan cetakan. Secara garis besar, prosedur prediktor-korektor dapat dilelaskan pada Gambar 6. Seperti dapat dilihat pada Gambar 6(a), simbol ’P’ menyatakan tahapan prediktor dan simbol ’C’ menyatakan tahapan korektor. Persamaan atur pembatas laju regangan dapat digambarkan sebagai permukaan konstrain yang membatasi besarnya laju regangan pada setiap solusi tahapan waktu. Proses integrasi waktu dilakukan untuk melakukan updating posisi koordinat titik nodal x pada elemen dengan menggunakan inkremen perpindahan ∆u, yang diperoleh dengan melakukan integrasi waktu ∆t terhadap laju perpindahan ∆v, seperti dapat dilihat pada Gambar 6(b). Metoda integrasi waktu yang dilakukan dapat merupakan integrasi waktu yang bersifat eksplisit dan implisit, sebagaimana masing-masing dapat dilihat pada Gambar 7(a) dan Gambar 7(b).

Analisa yang merupakan persamaan pembentukan superplastis diselesaikan dengan menggunakan teknik integrasi waktu diatas, yang pada dasarnya meninjau non-linearitas yang bersumber dari sifat material superplastis dan geometrik deformasi yang terjadi. Untuk mempercepat konvergensi solusi persamaan nonlinear tersebut, teknik iterasi Newton-Rhapson(16) digunakan dan secara singkat dapat dituliskan untuk iterasi ke-k dan step waktu (n+1) sebagai:


dimana matriks kekakuan tangen KT untuk iterasi ke-k dan step waktu (n+1) adalah


Boundari kontak antara material dengan cetakan dalam hal ini dilakukan dengan mengontrol apakah telah terjadi kontak atau penetrasi yang sangat kecil dari titik nodal material pada permukaan cetakan. Apabila kontak atau penetrasi yang sangat kecil tersebut telah terjadi, maka kondisi boundari dari titik nodal material dari kondisi bebas menjadi kondisi dengan semua derajat translasi dikekang. (a) Prosedur Prediktor-Korektor (b) Proses Integrasi Waktu Gambar 6. Prosedur Prediktor-Korektor Prosedur solusi selengkapnya dapat dijelaskan dengan algoritma sebagai berikut: Tahap I. Tentukan kondisi awal; t0 = 0, n = 0, v0 = 0, x0 = 0, p0 = 0 Tahap II. Loop step waktu : tn+1 = tn + tPrediktor: = ; = + .t o1+nvnvo1+nxnxnv = p pn+1onUntuk setiap titik nodal pada material, periksa kontak material pada boundari cetakan. Tahap III. Loop iterasi Non linear: k = 0 Korektor: Hitung gaya residu: Rk = p F(xt) - T() nk+1nkn++1,1 xvnknk++11, (apabila terjadi kontak antara titik nodal material dengan permukaan cetakan, maka kondisi boundari dari titik nodal material dari kondisi bebas menjadi kondisi dengan semua derajat translasi dikekang)

Hitung error laju regangan: Sk = - emax kemudian Hitung norma error:

E1 = || Rk || / ||p|| dan E2 = || Sk || /

Periksa konvergensi: Apabila E1 δ1 dan E2 δ2 keluarkan hasil komputasi seperti pada Tahap IV ,Hitung matriks tangent,. Hitung vektor gradient pembatas Lk, Hitung = [Rk and = Fk, Selesaikan ∆pk = { Sk – (Lk)T} / { Lk }Tψ, Selesaikan ∆vk = + ∆pk, Updating variabel: ,= + ∆vk,= + ½ (vn +).∆t , + ∆pk , Untuk setiap titik nodal pada material, periksa penetrasi pada boundari cetakan, Set k ← (k+1) dan kembali ke langkah 1. Output variables: tn+1, vn+1, xn+1, pn+1Set n ← (n+1) kembali ke tahap 2 atau stop proses komputasi apabila kondisi ‘full contact’ atau maximum waktu pembentukan atau maximum jumlah step waktu telah dicapai.

Perbandingan Solusi Analitikal dan Solusi Numerik Implicit Kasus Kinametika Plane Strain

Untuk menguji algoritma yang dikembangkan, studi numerik kasus hydraulic bulging superplastis suatu diafragma pelat dalam kondisi plane strain dilakukan. Dalam hal ini, dilakukan perbandingan solusi numerik elemen hingga dengan menggunakan algoritma yang dikembangkan diatas dengan solusi analitikal yang telah dibahas pada referensi [1]. Solusi analitikal diperoleh dengan menggunakan hukum keseimbangan geometri deformasi dari pelat, seperti dapat dilihat pada Gambar 8 dan solusi analitikal yang dihasilkan seperti pada persamaan


Tidak ada komentar: