Minggu, 22 Juni 2008

Pembuatan Silika Amorf dari Limbah Sekam Padi

Sekam padi adalah bagian terluar dari butir padi, yang merupakan hasil sampingan saat proses penggilingan padi dilakukan. Sekitar 20 % dari bobot padi adalah sekam padi dan kurang lebih 15 % dari komposisi sekam adalah abu sekam yang selalu dihasilkan setiap kali sekam dibakar (Hara, 1986). Nilai paling umum kandungan silika dari abu sekam adalah 94 - 96 % dan apabila nilainya mendekati atau di bawah 90 % kemungkinan disebabkan oleh sampel sekam yang telah terkontaminasi dengan zat lain yang kandungan silikanya rendah. Silika yang terdapat dalam sekam ada dalam bentuk amorf terhidrat (Houston, 1972). Tapi jika pembakaran dilakukan secara terusmenerus pada suhu di atas 650oC akan menaikkan kristalinitasnya dan akhirnya akan terbentuk fasa kristobalit dan tridimit dari silika sekam (Hara,1986). Silika merupakan bahan kimia yang pemanfaatan dan aplikasinya sangat luas mulai bidang elektronik, mekanik, medis, seni hingga bidang-bidang lainnya. Salah satu pemanfaatan serbuk silika yang cukup luas adalah sebagai penyerap kadar air di udara sehingga memperpanjang masa simpan bahan dan sebagai bahan campuran untuk membuat keramik seni. Sedangkan silika amorf terbentuk ketika silikon teroksidasi secara termal. Silika amorf terdapat dalam beberapa bentuk yang tersusun dari partikel-partikel kecil yang kemungkinan ikut tergabung. Biasanya silika amorf mempunyai kerapatan 2,21 g/cm3.

METODE PENELITIAN
Sintesa silika dari sekam padi dilakukan secara bertahap seperti ditunjukkan oleh Tabel 1 yang meliputi pencucian yang bertujuan untuk membersihkan sekam dari impuritas akibat kotoran. Penimbangan dilakukan untuk dua sampel, sampel A dan sampel B, masingmasing 8 gram. Proses pengeringan dilakukan dengan dua cara yang mewakili dua sampel yaitu untuk sampel A dilakukan dengan cara dijemur di bawah sinar matahari selama 1 jam dan sampel B dilakukan dengan cara dioven pada suhu 190oC selama 1 jam. Perbedaan perlakuan ini akan digunakan sebagai variabel penelitian. Pengarangan sekam padi untuk kedua sampel ini dilakukan dengan cara dioven pada suhu 300oC selama 30 menit. Proses pengabuan dilakukan untuk mengetahui kandungan abu dari sekam padi. Kedua sampel diperlakukan sama yaitu dengan cara dioven pada suhu 600oC selama 1 jam. Proses pemurnian sampel dilakukan untuk memisahkan silika dari abu sekam. Metode yang dipakai untuk pemurnian ini adalah metode pengasaman yaitu dengan menggunakan larutan HCl pekat.

Proses pemurniannya dilakukan dengan cara sampel berupa abu sekam dimasukkan ke dalam gelas piala dan dibasahi dengan akuades panas. Selanjutnya campuran ditambahkan 5 ml HCl pekat dan diuapkan sampai kering. Pengerjaan ini diulangi tiga kali. Selanjutnya dituangkan 20 ml akuades dan 1 ml HCl pekat ke gelas piala tadi dan dibiarkan di atas penangas air selama 5 menit. Campuran tersebut kemudian disaring dengan kertas saring bebas abu dan dicuci 4 sampai 5 kali dengan akuades panas. Hasil dari penyaringan berupa residu padat beserta kertas saringnya dipanaskan mula-mula pada suhu 300oC selama 30 menit hingga kertas saring menjadi arang. Kemudian dilanjutkan dengan memanaskan pada suhu 600oC hingga yang tersisa hanya endapan Silika (SiO2) berwarna putih. Setelah diperoleh silika kemudian dilakukan proses identifikasi dengan menggunakan metode Atomic Absorption Spectophotommmmetry (AAS). Selain itu dilakukan juga analisa yang meliputi analisa komposisi, penentuan prosentase hilang bobot dan pemurnian Karakterisasi terhadap serbuk silika yang dihasilkan meliputi (1) Analisa Komposisi yang dilakukan dengan menggunakan metode identifikasi AAS. (2) Analisa Kandungan Abu Sekam digunakan untuk mengetahui kandungan abu sekam yang diperoleh setelah sekam dibakar. Banyaknya abu sekam yang dihasilkan dihitung berdasarkan perbandingan massa sekam setelah dibakar dengan massa sekam sebelum dibakar dikalikan seratus persen. (3) Penentuan Prosentase Hilang Bobot yang menunjukkan hilangnya sejumlah massa selama sampel dibakar dihitung berdasarkan perbandingan antara massa sampel sebelum dibakar dikurangi massa sampel setelah dibakar dengan massa sampel sebelum dibakar kali seratus persen. (4) Analisa Kandungan Silika (Pemurnian) digunakan untuk mengetahui kandungan silika dalam abu sekam yang dihitung berdasarkan perbandingan massa silika setelah proses pemurnian dengan massa silikat sebelum proses pemurnian dikalikan seratus persen.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengeringan dilakukan untuk mengeliminasi kandungan air dalam bahan dengan menguapkan air dari permukaanbahan. Prosesini diikuti oleh pengurangan volume. MenurutHall (1957), laju pengeringan menurun seiringdengan dengan penurunan kadar air selama penguapan dan menurut Earle (1969), berlangsungnya proses pengeringan tidak terjadi dalam suatu waktu sekaligus. Berdasar kedua pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa pada pengeringan melalui penjemuran di bawah sinar matahari, penyebaran panas kedalam bahan berlangsung secara bertahap dan menyeluruh sehingga penyerapan air ke udara lebih merata, sementara pengeringan yang menggunakan oven tidak demikian halnya. Ketika bahan mulai dikenai energi panas dari oven bersuhu 190oC laju pengeringan sangat cepat, hingga pada saat masih tersisa sejumlah kandungan air, laju pengeringan mulai menurun. Menurunnya laju pengeringan tersebut menyebabkan difusi air ke permukaan berjalan lambat, sementara proses penguapan dipermukaan telah berhenti. Akibatnya masih ada molekul-molekul air yang terperangkap didalam bahan. Hal tersebut mengakibatkan kandungan air dalam bahan tidak seluruhnya diuapkan. Adanya sisa kandungan air dalam abu sekam padi dapat pula menghalangi proses difusi komponen-komponen kimia yang terkandung dalam abu sekam saat dipanaskan sehingga berpengaruh pada kemurnian abu sekam. Proses pemurnian dibawah kondisi asam dimaksudkan untuk menghilangkan oksidaoksida logam dan non logam dari dalam abu ssekam karena asam klorida yang diberikan akan mengikat oksida logam yaitu P2O5, K2O, MgO, Na2O,CaO dan Fe2O3 menjadi kloridanya dan oksida non logam kecuali silika diubah menjadi asamnya. Pemanasan dilakukan untuk mempercepat reaksi penguraian yang terjadi. Penerapan suhu tinggi yang mencapai 800oC memberikan tambahan energi kepada abu sekam padi untuk memutuskan ikatan antar atom-atom pembangun unsur atau molekul. Pemutusan ikatan tersebut memberi kemungkinan kepada masing-masing atom tersebut untuk menjadi bebas sehingga lebih mudah dikeluarkan dari dalam bahan. Oksida-oksida logam tidak dapat dihilangkan sepenuhnya dari dalam abu sekam padi mengingat kuatnya ikatan-ikatan yang terbentuk antara oksida-oksida pengotor tersebut sehingga menyulitkan asam klorida untuk menguraikannya. Hasil analisa komposisi sekam padi seperti pada Tabel 2 menunjukkan bahwa unsur silikon (Si) sangat dominan dalam sekam padi. Hasil analisa kandungan abu sekam (Tabel 3 ) menunjukkan bahwa kandungan abu sekam untuk sampel A adalah 19,99 % sedangkan sampel B adalah 21,22 %.. Hasil penentuan prosentase hilang bobot (Tabel 4) menunjukan prosentase hilang bobot untuk sampel A adalah 80,02 % sedangkan sampel B adalah 78,78 %. Dari hasil analisa kandungan silika (Tabel 5) diperoleh bahwa kandungan silika dari abu sekam untuk sampel A adalah 89,46 % dan sampel B adalah 83,15 %.Perbedaan nilai prosentase antara sampel A dan sampel B disebabkan oleh perbedaan perlakuan ketika proses pengeringan. Dari analisa kandungan abu dari sekam didapat bahwa sampel A mengandung abu lebih sedikit dibanding dengan sampel B. Sebaliknya kandungan silika sampel A lebih banyak dibandingkan sampel B. Hal ini bisa terjadi karena sampel A yang dikeringkan di bawah sinar matahari dan sampel B yang dikeringkan dengan oven mempunyai kualitas pengeringan yang berbeda. Dari hasil di atas sudah dapat disimpulkan bahwa pengeringan di bawah sinar matahari lebih baik dari pada dioven. Pengurangan prosentase abu yang didapat ini disebabkan pada penelitian ini sekam padi dicuci terlebih dahulu sebelum dikeringkan. Pencucian ini dimaksudkan untuk menghilangkan kotoran yang ada pada sekam sehingga memperkecil impuritas.

Senin, 09 Juni 2008

Simulasi Berbagai Interaksi Neutron Pada Bahan

Metoda Monte Carlo adalah metoda yang tepat untuk melakukan perhitungan transport neutron dalam analisa shielding, analisa kerusakan oleh radiasi partikel, perhitungan nuklir reactor, aplikasi medis, dan banyak fenomena lainnya. Meskipun telah banyak kode komputer Monte Carlo yang telah dibangun dan diaplikasikan, merupakan suatu hal yang menarik untuk mengembangkan kode komputer Monte Carlo sendiri dan mengaplikasikannya pada masalah-masalah yang dihadapi, selain itu, kegiatan membangun kode komputer merupakan cara terbaik untuk dapat
mengenal dengan baik metoda Monte Carlo ini. Pada tahap awal, kode komputer yang dikembangkan mampu melakukan simulasi distribusi interaksi pertama neutron pada bahan dengan geometri silinder, disamping geometri slab. Bagian pertama dari kode komputer ini adalah untuk menentukan parameter dari neutron sumber termasuk posisi dan arahnya pada permukaan silinder. Lalu, dengan menggunakan bilangan random untuk mensimulasi jarak ke interaksi pertama, ditentukan posisi dari interaksi pertama pada bahan. Sumber searah dan sumber isotropic digunakan pada pengembangan kode komputer ini, dan geometri silinder yang ditangani termasuk silinder berongga. Pengembangan kode komputer selanjutnya adalah untuk dapat mensimulasikan interaksi-interaksi yang munkin terjadi dengan bahan, dan mengaplikasikannya pada kasus sederhana perhitungan kekritisan reaktor nuklir. Perkembangan performa komputer yang mampu melakukan komputasi dengan waktu yang sangat cepat telah memberikan revolusi yang besar terhadap dunia ilmu pengetahuan.

Dengan adanya komputer cepat ini maka eksperimen tidak hanya dilakukan fisis, yaitu melakukan percobaan langsung, namun dapat dilakukan eksperimen dengan mensimulasikan fenomena fisi yang terjadi dan menyelesaikannya dengan komputer, yang disebut dengan eksperimen numeric atau eksperiment komputasi. Dibandingkan dengan metoda eksperimen yang pertama,selain jauh lebih murah, aman, dan fleksibel, metoda komputasi dapat memberikan informasi yang lebih banyak terhadap fenomena fisi yang diamati, dapat memahami fenomena tersebut lebih mendalam, dan mampu melakukan eksperimen dengan cakupan yang lebih luas, misalnya dari segi energi, ukuran material. Secara umum metoda simulasi komputasi ini dapat dibagi kedalam dua pendekatan yaitu metoda deterministic dan . metoda Monte Carlo.Metoda deterministic terkait dengan solusi dari persamaan integral atau diferensial yang menggambarkan ketergantungan system fisis yang diamati terhadap variable ruang dan atau variable waktu. Keakuratan metoda deterministic sangat tergantung pada sebagaimana dekat persamaan yang dipecahkan tadi menggambarkan realitas fisis yang diamati. Sedangkan metoda Monte Carlo terkait dengan kelakuan rata-rata atau yang munkin terjadi dari sebuah system fisis. Dengan mengetahui probabilitas terjadinya berbagai kejadian yang mungkin terjadi dari fenomena fisis tersebut maka dengan menggunaka bilangan acak dilakukan simulasi terjadinya peristiwa-peristiwa tersebut. Sehingga dengan jumlah percobaan yang semakin banyak, hasil atau peristiwa yang banyak muncul dapat menggambarkan kelakuan dari system fisis yang diamati. Dalam fenomena transport neutron atau partikel secara umum, dengan Metoda Monte Carlo kita ikuti sejarah hidup dari partikel sejak dari sumber, lalu berbgai interaksi yang dialami oleh partikel ketika menembus bahan hingga ‘kematiannya’ pada kategori akhir tertentu....Bersambung, "karena ini karya orang"

Minggu, 01 Juni 2008

ASPEK METALURGI DALAM PROSES PENGERJAAN LOGAM

Secara garis besar tujuan pengerjaan logam adalah memproduksi material dengan ukuran dan bentuk yang diinginkan, tetapi material ini akan mempunyai daya jual yang kecil bila tidak memenuhi karakteristik seperti sifat kekuatan dan keuletannya. Pada umumnya karakteristik ini ditentukan besarnya tergantung dari tujuan pemakain material tersebut
ini sangat penting untuk memberikan suatu pemahaman terhadap sifat alami dan karakteristik secara metalurgis dari suatu benda kerja. Walaupun beberapa logam murrni mempunyai sifat ulet pada temperatur kamar dimana logam tersebut dapat dibentuk tanpa masalah.
Metalurgical condition , mengenai kekuatan dan keuletan suatu produk dari material adalah yang utama yang dapat dipengaruhi oleh jumlah dan distribusi komposisi dan pengotor, atau cacat secara macroskopik pada material. Akan tetapi karakteristik material tersebut dapat juga dipengaruhi dengan perlakuan tempertur atau perlakuan panas.
Bila diasumsikan bahwa kondisi alat dan benda kerja sangat baik, pengontrolan dalam aspek metalurgis juga baik , pengaruh temperatur juga dijaga, maka hanya untuk dua tujuan yaitu menjaga karakteristik benda kerja selama pengerjaan dan memenuhi karakteristik akhir dari produk material.
Karakteristik Dari Pengerjaan Panas Dan Dingin
perbedaan antara pengerjaan panas dan pengerjaan dingin sulit didefinisikan secara metalurgis. Pada pengerjaan panas, gaya deformasi yang diperlukan adalah lebih rendah dan perubahan sifat mekanik tidak seberapa. Pada pengerjaan dingin, diperlukan gaya yang lebih besar, akan tetapi kekuatan logam tersebut meningkat dengan cukup berarti
suhu rekristalisasi logam menentukan batas antara pengerjaan panas dan dingin. Pengerjaan panas logam dilakukan di atas temperatut rekristalisasi atau di atas daerah pengerasan benda kerja. Pengerjaan dingin dilakukan di bawah suhu rekristalisasi dan kadang-kadang berlangsung pada suhu kamar. Suhu rekristalisasi baja berkisar antara 500-700 0C. Pengerasn benda kerja baru mulai terjadi ketika limit bawah daerah tercapai.
1.1 pengerjaan panas
Contoh baja paduan rendah kekuatan tinggi yang di rol adalah bentuk plat. Untuk contoh. diperoleh peningkatan baja paduan rendah ini melalui kontrol suhu sebelum dan sesudah rol (diatas Ac3),


Dari pengamatan strukturmikro pada benda kerja setelah mengalami pengerjaan panas dapat diterangkan sebagai berikut :
Struktur mikro pada pendinginan langsung di udara terbuka setelah rol panas, terdiri atas ferit-perlit, dan matriknya : ferit
Strukturmikro setelah perlakuan kontrol suhu dan pendinginan setelah rol panas adalah tipe bainit
Dari inilah maka bisa diperkirakan mengenai sifat mekanik logam akibat pengerjaan panas dimana sifatnya sangat ulet

1.2 Pengerjaan dingin
Untuk pengerjaan dingin diperlukan tekanan yang lebih besar daripada pengerjaan panas. Logam mengalami deformasi tetap bila tegangan melebihi batas elastik. Karena tidak mungkin terjadi rekristalisasi selama pengerjaan dingin, tidak terjadi pemulihan dari butir yang mengalami distorsi atau perpwecahan.
Dengan meningkatnya deformasi butir, tahanan deformasi meningkat sehingga logam mengalami peningkatan kekuatan dan kekerasan. Dapat dikatakan bahwa logam mengalami pengerasan regangan. Untuk logam yang tidak dapat diperlakupanaskan , hal ini merupoakan satu-satunya cara untuk mengubah sifat fisis seperti kekerasan dan kekuatan. Peningkatan tahanan terhadap deformasi ditimbulkan oleh terjadinya dislokasi atom dalam butir, perpecahan atau distorsi kisi atau kombinasi dari ketiga gejala tersebut.
Adanya unsur paduan
Bila suatu unsur paduan ditambahkan ke dalam baja, kemungkinan yang terjadi atau dapat dikatakan Purpose of alloying:
  • Increase hardenability
  • Improve strength at ordinary temperatures
  • Improve mechanical properties at either high or low temperatures
  • Improve toughness at any minimum hardness or strength
  • Increase wear resistance
  • Increase corrosion resistance
  • Improve magnetic properties
3. Workability
suatu material harus mempunyai sifat mampu untuk pengerjaan logam, jadi bila suatu logam mempynayi sifat workability yang baik maka logam tersebut dapat dikatakan mempunyai perfomansi yang baik dalam pengerjaan logam
4. Cacat Dalam Pengerjaan Logam
Kristal adalah kumpulan dari atom – atom yang tersusun secara teratur dalam tiga dimensi membentuk pola tertentu secara berulang – ulang. Diantara kedua kristal sempurna (tunggal) di satu pihak, dan keadaan omorf di pihak lain, terdapat keadaan yang disebut polikristal (kristal jamak). Zat padat pada keadaan initersusun oleh kristal-kistal kecil. Bila ukuran kristalnya dalam ukuran orde mikrometer, bahan yang bersangkutan termasuk kristal mikro (microcrystalline); dan bila ukuran kristalnya dalam orde nanometer, maka bahannya digolongkan sebagai kristal nano (nanocrystalline).
Cacat Kristal
Sejauh yang telah diuraikan pada bagian-bagian terdahulu, kristal terdiri dari susunanatom yang teratur dan periodik. Tetapi, ternyata tidak ada kristal yang sempurna. Setiapkristal mengandung cacat (defect). Cacat kristal ini besar kemungkinannya untuk terjadiselama proses pertumbuhan kristal, proses pemurnian atau proses laku (treatment), dan bahkan sering kali cacat kristal sengaja diciptakan untuk menghasilkan sifat – sifat tertentu. Cacat kristal dapat dibedakan menjadi cacat titik, cacat garis, cacat bidang, cacat ruang.
Deformasi Plastis dan Hubungan antara Slip dengan Struktur Kristal
Batas rentang elastis sulit didefinisikan dengan tepat. Di bawah suatu nilai tegangan batas elastis tertentu , jumlah plastisitas ( deformasi irreversibel ) dapat diabaikan , dan diatas nilai tersebut jumlah deformasi plastis jauh lebih besar daripada deformasi elastis.
Fakta bahwa kristal dapat dideformasi plastis dengan mudah pada tegangan yang jauh lebih rendah dari kekuatan teoritis ( τt = μb / 2πa ) cukup mencengangkan> Hal ini mungkin terjadi berkat mobilitas dislokasi. Ketika sebuah dislokasi meluncur pada kisi, dislokasi tersebut bergerak dari posisi simetris ke posisi lain, dan pada setiap posisi dislokasi berada dalam posisi ketimbangan netral , karena gaya atom yang bekerja padanya pada setiap sisi berimbang. Ketika dislokasi bergerak dari posisi kisi simetris tersebut terjadi ketidaksetimbangan gaya atomik, dan tegangan yang bekerja harus mengatasi gesekan kisi. Perpindahan dislokasi intermediet dari dislokasi juga akan menghasilkan keseimbangan sistem gaya.

Gesekan kisi ternyata peka terhadap dislokasi w dan oleh Peierls dan Nabarro telah diperlihatkan bahwa
Τ ≈μ exp ( -2πw/b )
Oleh karena itu , tegangan gesekan sering disebut tegangan Peierls –Nabarro. Dua faktor berlawanan yang mempengaruhi w adalah energi elastisitas kristal yang berkurang dengan penyebaran regangan elastis dan energi ketidakcocokan yang bergantung pada jumlah atom salah letak yang melintasi bidang slip. Logam – logam dengan struktur tumpukan padat mempunyai dislokasi diperluas sehingga w nya besar.

Gambar diatas adalah tekstur dari polikristal Al dengan ukuran butir 30 nm dan mengalami deformasi plastis pada tegangan 2,3 Gpa pada temperatur kamar. Bila dilihat pada butir no 2 terjadi dislokasi melintang pada butir.

Gambar diatas adalh formasi deformasi twinning. Deformasi twinning terjadi bila satu bagian dari butir kristal berubah orientasinya sedemikian rupa sehingga susunan atom di bagian tersebut akan membentuk simetri dengan bagian kristal yang lain yang tidak mengalami twinning. Diameter butir gamabar diatas adallah 45 nm atom yang digambarkan merah menggambarkan letak atom yang sempurna sedangkan yang berwarna biru merupakan atom yang mengalami dislokasi.
Proses dengan heat treatment
Perlakuan panas atau heat treatment dapat didefinisikan sebagai kombinasi operasi pemanasan dan pendinginan terhadap logam atau paduan dalam keadaan padat dengan waktu tertentu, dimaksutkan untuk memperoleh sifat tertentu. Proses laku panas yang terjadi dalam heat treatment pada dasarnya adalah pemanasan logam atau paduan sampai temperatur tertentu, lalu ditahan beberapa saat, dan proses pendinginan dengan laju tertentu. Selama proses pemanasan dan pendinginan ini akanterjadi perubahan struktur mikro sehingga akan mempengaruhi sifat mekanik suatu logam atau paduan.


Selain dipengaruhi oleh komposisi kimia logam atau paduan dan proses laku pans yang dialami, struktur mikro yang terjadi pada akhir proses laku panas juga ditentukan oleh kondisi awal benda kerja. Paduan dengan komposisi kimia yang sama, mengalami proses laku panas yang sama, mungkin akan mmenghasilkan strukturmikro dan sifat yang berbeda bila struktur atau kondisi awalnya berbeda. Struktur awal ini banyak ditentukan oleh pengujian atau laku panas yang dialami sebelumnya. Dari sini dapat disimpulkan bahwa suatu proses laku panas tidak dapat dipandang sebagai suatu proses tersendiri, namun merupakan salah satu rangkaian proses produksi. (Thelning,1984) Kurva berikut ini menunjukkan transformasi yang terjadi pada baja 0.45%C.

Di bawah ini adalah beberapa tipe dari perlakuan panas :
1. Aniling adalah proses laku panas yang dilakukan dengan memanaskan baja sampai temperatur tertentu, lalu menahannya, dan mendinginkannya secara perlahan.
2. Normalizing adalah proses laku panas yang dilakukan dengan pemanasan, penahanan dan pendinginan pada udara diam.
3. Hardening adalah proses panas yang dilakukan dengan memanaskan baja ke daerah austenit kemudian mendinginkannya dengan cepat.
4. Tempering adalah proses laku panas yang dilakukan dengan memanaskan kembali baja yang telah mengalami pengerasan,hingga ke tempratur dibawah austenisasi, menahan dan mendinginkannya.

Hal dasar yang harus dipahami dalam perlakuan panas terhadap baja adalah diagram fase Fe-C karena telah banyak buku yang membahasnya. Gambar 2.1 adalah gambar diagram fase Fe-C yang dapat digunakan sebagai acuan dalam proses hardening dan tempering untuk baja karbon. Diagram fase Fe-C ini menunjukan fase-fase yang terjadi untuk kombinasi yang berbeda antara temperatur dan prosentase kandungan karbon dalam baja pada kondisi equilibrium